Saudariku, lihatlah wajah bahagia hamba-hamba Allah yang berpuasa, di  kala waktu berbuka puasa telah tiba. Ya, mereka memang patut  berbahagia. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang  yang berbuka puasa mempunyai dua kebahagiaan yang bisa ia rasakan;  kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia bertemu dengan  Rabb-nya karena puasa yang dilakukannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin menjelaskan di dalam kitab Majaalisu Syahri Ramadhaan,  ‘Kebahagiaan ketika berbuka maksudnya adalah karena ia merasa senang  atas nikmat yang diberikan oleh Allah kepadanya, yaitu bisa melaksanakan  puasa yang merupakan salah satu bentuk amal shalih yang paling utama.  Betapa banyak manusia yang tidak memperoleh nikmat tersebut sehingga  mereka tidak berpuasa. Ia juga merasa senang atas makanan, minuman dan  jima’ yang kembali dihalalkan Allah baginya, setelah sebelumnya  diharamkan pada saat berpuasa.
Adapun kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya adalah ia senang  dengan ibadah puasanya ketika ia mendapat balasannya di sisi Allah  secara utuh pada saat ia jauh membutuhkannya, ketika dikatakan, “Di mana  orang-orang yang berpuasa?” Mereka pun dipersilahkan masuk ke pintu  surga dari pintu ar-Rayyan yang tidak akan dimasuki oleh seorang pun  selain mereka.”
Sunnah ketika Berbuka Puasa
Saudariku, hendaknya di saat berbuka puasa kita melakukan  sunnah-sunnah yang berkaitannya dengannya. Agar buka puasa yang kita  lakukan juga mendatangkan pahala. Bukan sekedar berbahagia karena dapat  menikmati makan dan minum kembali. Sunnah ketika berbuka puasa, antara  lain:
1. Bersegeralah berbuka puasa!
Tahukah engkau kapan waktu berbuka puasa?  Yaitu ketika sudah dipastikan matahari telah tenggelam, baik dengan  menyaksikannya secara langsung atau berdasarkan informasi dari orang  yang terpercaya melalui pengumandangan adzan Maghrib atau hal lainnya.  (Lihat Majaalisu Syahri Ramadhaan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin)
Dan ketika waktu berbuka telah tiba, maka bersegeralah berbuka puasa. Sebagaimana hadits dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang-orang (umat Islam) senatiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih)
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat  Maghrib hingga berbuka puasa kendati hanya dengan seteguk air.” (HR. Tirmidzi. Hadits Hasan)
2. Makan kurma atau seadanya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka dengan beberapa biji ruthab  (kurma masak yang belum jadi tamr) sebelum shalat Maghrib; jika tidak  ada beberapa biji ruthab, maka cukup beberap biji tamr (kurma kering);  jika itu tidak ada juga, maka beliau minum beberapa teguk air.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits Hasan Shahih)
Hendaknya berbuka puasa dengan kurma masak atau kering, dengan jumlah  yang ganjil. Misalnya tiga, lima atau tujuh. Adapun jika tidak ada,  maka berbuka puasa hanya dengan air pun tak mengapa.
3.    Setelah berbuka, jangan lupa panjatkan doa (yang shahih).
Saudariku, hendaknya kita manfaatkan waktu berbuka untuk memperbanyak  doa. Karena berdoa pada waktu berbuka puasa adalah salah satu waktu di  mana doa yang dipanjatkan dijanjikan akan dikabulkan Allah (HR. Ibnu  Majah).
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Dahulu  apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berbuka puasa,  beliau biasa berdoa dengan, “Dzahaba zh- zhama-u wabtallatil ‘uruuqu, wa  tsabatal ajru insyaa Allah.”
Artinya: “Telah hilang rasa haus dahaga, dan urat-urat telah basah,  dan pahala akan kita peroleh, insyaa Allah.” (HR. Abu Daud (II/306)  [no.2357] dan yang lainnya. Lihat Shahihul Jami’ (IV/209) [no.4678])
Doa ini biasa dibaca Rasulullah setelah beliau berbuka puasa  sebagaimana maksud perkataan Abdullah bin Umar, “Apabila beliau telah  berbuka puasa.”
Adapun sabda Rasulullah, “Dzahaba zh-zhama-u” artinya adalah haus.
Kemudian, “wabtallatil ‘uruuqu” artinya adalah dengan hilangnya  kekeringan pada urat-urat akibat dari rasa dahaga. Sedangkan ” wa  tsabatal ajru” artinya adalah rasa lelah telah hilang berganti dengan  pahala. Hilangnya rasa lelah akan mendorong untuk melakukan ibadah.  Sementara pahala sangat banyak dan abadi.
Ath-Thibi rahimahullah menjelaskan, “Beliau menyebutkan  ketetapan pahala yang akan diperoleh setelah mengalami kelelahan itu  adalah dengan harapan akan mendapat kenikmatan yang berlimpah.”
Adapun “insyaa Allah” berkaitan dengan pahala yang setiap orang tidak  dapat memastikannya. Sebab ketetapan pahala itu adalah di bawah  kehendak Allah.
Selain doa di atas, bisa pula berdoa dengan:
 “Allahumma inni as-aluka bi rohmatika allati wasi’at kulla syaiin in taghfirolii”
Artinya: “Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan  rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu, supaya memberi ampunan atasku.”  (HR. Ibnu Majah 1/557. Hadits ini hasan menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar  dalam Takhrij Al-Adzkar, lihat Syarah Al-Adzkar 4/342)
Majdi bin ‘Abdul Wahhab Al-Ahmad di dalam Syarah Hishnul Muslim  menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan perkataan Rasulullah, ‘bi  rohmatika allati wasi’at kulla syaiin’ adalah rahmat-Mu yang maha luas  di seluruh persada ini dan setiap bagian hanya dengan rahmat-Mu.
Saudariku, dari kecil hingga besar, kita diajarkan berdoa setelah berbuka buka puasa dengan beberapa lafadz berikut ini,
Pertama,
“Bismillah wal hamdulillah. Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika  afthartu wa ‘alaika tawakkaltu subhaanaka wa bi hamdika taqabbal minni,  innaka Antas Samii’ul ‘Aliim ”
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah dan segala puji milik Allah. Ya  Allah, hanya karena-Mu aku berpuasa, hanya dengan rizki-Mu aku berbuka  dan hanya kepada-Mu aku bertawakkal. Maha Suci Engkau dan pujian  kepada-Mu, terimalah amalanku. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan  Maha Mengetahui.”
Ternyata Syaikh Nashiruddin Al Albani berpendapat bahwa hadits ini munkar jiddan. Setelah membawakan sanad hadits ini beliau mengatakan bahwa sanadnya lemah. (lihat Silsilatul Ahaditsidh Dhaifah wal Maudhu’ah, no 6996).
Kedua,
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  apabila berbuka puasa beliau mengucapkan, ‘Allahumma Laka Shumna wa  ‘ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Sami’ul  ‘Alim’”
Artinya: “Ya Allah! Untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizqi-Mu kami  berbuka. Ya Allah! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha  Mendengar dan Maha Mengetahui.” (HR. Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu  Sunni di kitabnya ‘Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya  Mu’jamul Kabir)
Ternyata hadits ini sanadnya sangat lemah (dhaif).  Karena ada seorang rawi yang bernama Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah.  Dia adalah rawi yang sangat lemah. Dan di sanad hadits ini juga ada  ayah Abdul Malik yaitu Harun bin Antarah. Dia adalah rawi yang  diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Hadits ini dilemahkan oleh  Ibnu Qayyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Nashiruddin Al-Albani.
Ketiga,
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka puasa beliau mengucapkan, ‘Bismillah. Allahumma Laka Shumtu wa ‘ala Rizqika Afthartu’”
Artinya: “Dengan nama Allah. Ya Allah karena-Mu aku berpuasa dan atas rizki dari-Mu aku berbuka.”
(HR. Thabrani di kitabnya Mu’jam Shagir hal 169 dan Mu’jam Auwsath)
Sanad hadits ini lemah (dhaif). Karena di sanad  hadits ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly yang merupakan rawi yang lemah.  Juga ada Dawud bin Az-Ziriqaan yang merupakan rawi yang matruk menurut  Imam Abu Dawud, Abu Zur’ah dan Ibnu Hajar.
Keempat,
Dari Mu’adz bin Zuhrah bahwasanya telah sampai kepadanya, “Sesungguhnya  Nabi apabila berbuka puasa beliau mengucapkan ‘ Allahumma Laka Shumtu wa  ‘ala Rizqika Afthartu’ ”
Artinya: “Ya Allah karena-Mu aku berpuasa dan atas rizki dari-Mu aku berbuka.”
(HR. Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Suni)
Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit. Yang pertama, mursal karena  Mu’adz bin (Abi) Zuhrah adalah seorang Tabi’in, bukan shahabat Nabi.  Kedua, Mu’adz bin (Abi) Zuhrah adalah seorang rawi yang majhul.  Tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Hushain bin Abdurrahman.  Sedangkan Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta’dil tidak menerangkan  pujian maupun celaan baginya.
Kesalahan-kesalahan Seputar Berbuka Puasa
1. Tidak menyegerakan berbuka puasa, padahal waktunya telah tiba.
2. Menanti waktuberbuka puasa dengan kegiatan yang sia-sia, bahkan melanggar syariat.
Ngabuburit. Inilah istilah yang sekarang umum digunakan untuk  menggambarkan kegiatan di saat menanti waktu berbuka puasa. Mulai dari  sekedar nongkrong, berkumpul bersama teman-teman, jalan-jalan, berburu  makanan untuk berbuka, dll. Ngabuburit bahkan sudah dikemas  menjadi acara-acara khusus yang diisi berbagai macam kegiatan. Jika isi  kegiatan adalah hal positif yang tidak melanggar syariat, tentunya tak  mengapa. Tapi, kebanyakan ngabuburit yang dilakukan orang-orang sekarang banyak mengandung hal yang sia-sia atau bahkan melanggar syariat.
Misalnya: ikhtilat (bahkan dijadikan ajang pacaran), hiburan dengan  musik, nongkrong dan “cuci mata”, ngobrol dan bercanda berlebihan, dll.
Saudariku, bukankah sebelum berbuka itu berarti kita masih dalam  keadaan berpuasa? Ingatlah bahwa puasa tidak akan sempurna, bahkan akan  menjadi sia-sia jika kita tidak menjaga diri dari kemaksiatan dan hal  yang sia-sia. Misalnya: menundukkan pandangan serta menahannya dari  pandangan-pandangan liar, menjaga lisan, menjaga pendengaran dari  mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela, menjaga anggota tubuh  lainnya dari perbuatan dosa, dll.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa  yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan yang terlarang,  maka Allah tidak butuh (atas perbuatannya meskipun) meninggalkan makan  dan minumnya.” (HR. Bukhari)
“Puasa bukanlah dari makan, minum semata, tetapi puasa itu menahan  diri dari perbuatan sia-sia dan keji.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim)
3. Makan dan Minum dengan Berlebihan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada  kita untuk berbuka puasa dengan makanan yang sederhana. Seadanya saja.  Tidak berlebihan-lebihan, atau bahkan sampai memaksakan diri.
Memang, adakala tidak mengapa menghadirkan hidangan istimewa di kala  berbuka. Apalagi bila hal itu dilakukan untuk membahagiakan keluarga  atau agar anak-anak lebih bersemangat untuk berpuasa. Akan tetapi,  hendaknya hal itu tidak dijadikan kebiasaan. Ingatlah! Bahwa salah satu  hikmah berpuasa adalah agar kita turut merasakan kesusahan yang dialami  fakir miskin. Maka, kita juga perlu mendidik anak-anak kita untuk  memupuk jiwa sosial mereka. Tidak hanya saat kita berpuasa, tetapi juga  saat berbuka puasa.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-A’raf: 31)
Saat berbuka juga bukan berarti waktunya ‘balas dendam’. Semua  dimakan sampai kekenyangan. Ingatlah, perut yang kenyang akan membuat  malas ibadah.
4. Melalaikan adab makan.
Saudariku, bersegera untuk berbuka puasa bukan berarti boleh lalai  berdoa sebelum makan. Bukan berarti boleh makan dan minum dengan  tergesa-gesa. Saat kita berbuka puasa, berusahalah untuk tetap menjaga  adab dan sunnah dalam makan dan minum. Seperti berdoa, duduk ketika  makan-minum, tidak meniup makanan, dll.
5. Melalaikan shalat maghrib.
6. Mengisi acara berbuka dengan maksiat.
Makan bersama (makan berjama’ah) memang merupakan bagian dari sunnah Rasulullah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berkumpullah  kalian dalam menyantap makanan kalian (bersama-sama), (karena) di dalam  makan bersama itu akan memberikan berkah kepada kalian.” (HR. Abu Dawud. Hasan)
Akan tetapi, kita harus tetap berusaha membingkai acara buka bersama tersebut dalam bingkai syariat. Sebagaimana ngabuburit,  acara buka bersama yang banyak dilakukan sekarang ini banyak berisi  kemaksiatan dan penyimpangan. Misalnya ikhtilat, pacaran, musik, makanan  yang berlebihan, sampai dengan melalaikan waktu shalat Maghrib
Home »
 » Waktu Berbuka Puasa, Waktu untuk Berbahagia
Waktu Berbuka Puasa, Waktu untuk Berbahagia
Posted by Fanani Nur
 Posted on Jumat, Agustus 13, 2010
 with No comments



0 komentar:
Posting Komentar